Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini KOLI SERANG MANUSIA DAN TERNAK | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

KOLI SERANG MANUSIA DAN TERNAK


Kembali ke Infovet

KOLI SERANG MANUSIA DAN TERNAK

Kasus Koli, yang dikenal dengan istilah Kolibasilosis secara umum bisa terjadi sepanjang tahun, meskipun kejadian kasus Koli dapat terjadi justeru pada musim kemarau dan juga pada musim hujan. Demikian Dr Drh I Wayan Teguh Wibawan MS Wakil Dekan FKH IPB menjawab pertanyaan Infovet soal Koli pada ternak, yang kebetulan pada saat bersamaan di berbagai tempat di tanah air muncul kasus Kolibasilosis yang makan korban manusia dan media-media gencar memberitakan.

”Idealnya, jumlah koli harus nol dalam air minum baik untuk manusia maupun unggas,” kata ahli perunggasan itu. Bagaimana terjadinya serangan Koli pada unggas, pakar ioni menjelaskan, Kolibasilosis disebabkan oleh bakteri Escherichia Koli patogen (EPEC= entero pathogenic E coli). Bakteri ini didapat dari air yang mengandung koli, saat di cabang tenggorok-kerongkongan sebagian akan masuk ke dalam paru-paru dan kantung hawa dan kemudian berbiak disana.Tutur ahli itu kepada Infovet, bakteri Koli dapat menyebar di permukaan organ viseral seperti hati, jantung, dan lain-lain menimbulkan peritonoitis, perihepatitis, epikarditis. Komplikasi bakteri lain (mikoplasma) dan virus sering terjadi, dalam kondisi ini sering terjadi manifestasi infeksi campuran.

“Karena tempat berkembang biak di kantung hawa, di mana daerah ini sangat sedikit dialiri darah (vaskularisasi sangat sedikit) membuat obat-obatan tidak efektif mencapai bakteri ini, karena obat diedarkan ke seluruh organ tubuh lewat darah,” katanya.

“Hal ini membuat seolah-olah kolibasilosis sulit diobati. Bukan karena obatnya tidak manjur, tetapi karena obat tidak dapat mencapai tempat bakteri berada,” tambah Wayan dengan makna tersirat mari mengenali kembali penyakit yang penting artinya baik bagi manusia maupun hewan ini.

Kejadian Pada Unggas

Kolibasilosis dapat menyerang unggas pada berbagai tingkatan umur. “Infestasi Eschericia coli menyebabkan kematian embrio sebelum telur menetas yang terjadi pada periode akhir pengeraman,” kata drh Faralinda Sari Sari staf BLKH dinas Peternakan Riau. Menurutnya, kematian pada pitik (anak ayam) dapat terjadi sampai umur 3 minggu dengan gejala septikemia, respirasi kronik, sinovitis, perikarditis, dan salpingitis.
Di samping itu juga ditemui adanya gejala omphalitis, oedema, dan jaringan sekitar pusar lembek seperti bubur (mushy). Sedang pada broiler, menurut alumnus FKH UGM, kasus ditemui pada umur 6-10 minggu, yang dapat menyebabkan gangguan pernafasan disertai bersin, anemia, dan kekurusan yang berakhir pada kematian.

Namun,lanjutnya, perlu dilihat gejala serupa pada kasus Salmonellosis, diare akibat makanan, pada unggas Kolibasilosis dikelirukan dengan penyakit sepsis akut seperti Salmonellosis, pasteurellosis, dan streptoccosis, sedang pada babi diare akibat defisiensi zat besi pada pakan dapat mengkelirukan Kolibasilosis.

Koli Pada Manusia

Merujuk pada muasal Kolibasilosis, disinyalir manusia berpotensi besar terpapar Eschericia coli. Demikian dr Medrison mengawali obrolannya dengan kru Infovet. Menurut pemilik Balai Pengobatan Mulya Rokan yang beralamat di jalan Harapan Raya kota Pekanbaru Riau, dalam setiap aktifitas, manusia selalu bersentuhan dengan penyebab Koli. Misalkan saja saat minum, makan dan aktifitas lainnya, kuman Eschericia coli terikut dengan media-media tersebut, namun jarang menimbulkan kesakitan karena jumlah Eschericia coli masih dibawah ambang batas.Lebih lanjut alumnus Fakultas Kedokteran Yarsi Jakarta ini menjelaskan, dalam tubuh manusiapun terdapat bakteri Eschericia coli tapi dalam batas yang wajar, dengan fungsi untuk membantu proses pencernaan. Pada saat akumulasi bakteri Koli meningkat, maka tubuh menimbulkan reaksi penolakan, sehingga terjadilah kesakitan pada manusia yang dicirikan dengan mual, muntah dan diare.

Kasus Koli terbesar pada manusia dapat ditemukan di pemukiman penduduk dengan drainase yang kurang terawat, unhygienitas, dan kondisi pemukiman penduduk yang padat. Pencegahan dapat dilakukan dengan perbaikan saluran air, meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan serta penataan lingkungan pemukiman sesuai dengan kondisi wilayah setempat.

Sedang untuk tindakan pengobatan dapat dilakukan dengan terapi elektrolit misalnya pemberian air minum, pemberian oralit, air tajin, dan dapat juga diberikan pocari sweet sebagai pengganti ion tubuh. Disamping itu pemberian antibiotika dianjurkan pada golongan antibiotika berspektrum luas atau dapat menggunakan preparat Trimetropim dan Cotrimoxazole.

Namun, menurut dr Zaitul Wardana RK DTM&H SpPD pemerhati antibiotika alumnus FK Unand Padang, ”Penggunaan antibiotika gram negatif lebih tepat sasaran, mengingat Eschericia coli adalah bakteri gram negatif.” Dikatakannya lagi, agar tindakan pengobatan tidak sia-sia dengan biaya yang besar, pemilihan antibiotika yang tepat dengan harga yang terjangkau perlu diperhatikan.

”Kematian akibat Kolibasilosis pada manusia jarang, tapi perlu antisipasi untuk penyakit ikutan yang disinyalir sebagai penyebab kematian pada pasien dehidrasi akibat Koli,” tutur ketua Komite Medik Rumah Sakit Pekanbaru Medical Centre ini.
Musim Kejadian Koli

Kembali ke DR Wayan Teguh Wibawan, Koli bisa terjadi pada berbagai musim. Sepanjang tahun bisa terjadi, terutama pada saat kemarau dan hujan. Ditunjang oleh kondisi stres atau saat terjadi imunosupresif (Gumboro, mikotoksin, Myeloid Leukosis, dll).
“Pada musim kemarau terjadi keterbatasan air minum yang berkualitas pada peternakan kita. Di saat ini peternak sering menggunakan sumber air apa saja untuk ternaknya.
Kecuali mereka punya sumber air yang mencukupi. Sebaliknya pada musim hujan, air permukaan yang mengandung bakteri Koli mudah mengkontaminasi sumber air minum.Kejadian Koli sangat berkaitan dengan kualitas air minum,” papar Konsultan dan Praktisi Perunggasan ini.

Pernahkan di Indonesia terjadi kasus Koli yang sangat parah? Jawab Wayan, sering sekali hingga saat ini, ini berkaitan dengan manajemen secara keseluruhan. Kolibasilosis adalah penyakit manajemen, dapat digunakan sebagai ukuran atau indikator apakah manajemen di suatu peternakan baik atau buruk, lihat aja kasus Kolinya.

Maka, mari mengikuti pembahasan masalah dan penanggulangannya pada ternak secara lebih lanjut. (Ardi Winangun, Daman Suska)

Related Posts

0 Comments:

Posting Komentar

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer