Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Cacingan Si Pencuri Nutrisi Ternak | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Cacingan Si Pencuri Nutrisi Ternak

Edisi 167 Juni 2008

Peternakan tanpa serangan penyakit merupakan suatu dambaan setiap peternak. Namun dengan program pengobatan yang ketat dari awal ayam masuk kandang sampai ayam keluar kandang (dipanen pada ayam broiler atau diafkir pada ayam layer) masih saja ada ayam yang terserang penyakit, seperti penyakit cacingan.
Cacingan pada ayam sering dianggap masalah sepele oleh peternak. Hal ini dikarenakan ayam tidak menunjukkan gejala yang khas. Gejala seperti lesu, nafsu makan turun dan pucat (anemis) baru terlihat jika ayam sudah terinfestasi cacing dalam jumlah yang banyak. Hal ini berbeda dengan penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus yang biasanya diikuti dengan tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi serta secara ekonomi sangat merugikan bagi usaha peternakan.
Hal itu disampaikan Drh Hadi Wibowo praktisi bidang peternakan yang ditemui Infovet dirumahnya kawasan Cijantung, Jakarta Timur. Menurut Hadi gejala cacingan pada ayam tersebut perlahan-lahan akan diikuti dengan hambatan pertumbuhan, penurunan produktivitas dan dapat diakhiri dengan kematian jika tidak segera diobati. Penyelesaian terhadap kasus cacingan biasanya diberi obat berupa anthelmintika (obat cacing). Selain itu juga dilakukan pencegahan seperti sanitasi kandang dan peralatan kandang.
Adanya latar belakang kasus seperti ini maka Infovet edisi Juni 2008 ini akan membahas mengenai dampak penyakit cacingan pada unggas dan ternak besar lainnya, beberapa jenis cacing yang umum menyerang, serta cara pengendaliannya.

Bisakah Ayam Cacingan?
Hadi Wibowo yang berpengalaman lebih dari 20 tahun di usaha peternakan ayam menuturkan bahwa penyakit cacingan pada ayam walaupun tidak mendapat perhatian khusus dari peternak namun memiliki arti ekonomi yang besar karena bisa menimbulkan gangguan pertumbuhan, penurunan produksi (telur dan daging) dan kematian pada ayam jika tidak diobati sedini mungkin.
“Serangan cacing pada ayam tidak menyebabkan tanda-tanda kesakitan yang jelas. Hal ini karena populasi cacing yang terdapat pada tubuh ayam baru sedikit. Namun jika serangan awal cacing tersebut tidak diperhatikan maka akan menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak diharapkan oleh peternak,” ujar Hadi.
Ditemui terpisah Drh Hasbullah MSc PhD dari PT Pfizer Indonesia Divisi Animal Health menambahkan, pada kondisi lapangan, peternak baru turun tangan jika kondisi ayamnya terlihat parah yaitu nafsu makannya turun, adanya diare, berat badan turun, produksi telur turun, jengger dan kulit kakinya pucat. Hal tersebut disebabkan karena peternak berpikiran bahwa pencegahan penyakit cacingan telah diketahui dan dapat diaplikasikan dengan mudah.
Disamping itu juga masa pemeliharaan ayam broiler yang pendek sekitar 1,5 bulan, serta ayam layer yang biasanya dipelihara pada kandang baterai sehingga kontak dengan tanah lebih sedikit, karena tanah merupakan salah satu tempat perkembangbiakan cacing ataupun tempat hidup induk semang antara.

Dampak Cacingan pada Ayam
Lebih lanjut, Hadi Wibowo yang saat ini bekerja di PT Sumber Mulitivita menyatakan bahwa penyakit cacingan sering dianggap tidak penting oleh peternak, tidak seperti penyakit yang disebabkan oleh virus atau bakteri yang menunjukkan gejala klinis jelas dan sering diikuti dengan tingkat kematian yang tinggi. Lain halnya dengan cacingan, penyakit ini seperti penyakit yang tersembunyi yaitu walaupun sudah berkembang dalam tubuh ayam namun belum menunjukkan gejala klinis yang pasti sampai cacing tersebut menginfestasi ayam dalam jumlah besar. Infestasi cacing yang ringan (jumlah cacing sedikit) tidak dapat langsung dirasakan akibatnya oleh peternak, karena ayam tampak sehat-sehat saja namun tanpa disadari produksi (daging dan telur) menurun.
Jika infestasi cacing sudah berat yaitu jumlah cacing dalam tubuh ayam banyak maka akan terlihat nafsu makan turun, pertumbuhan terhambat, bulu kasar, pucat dan kurus. Gejala tersebut diikuti dengan penurunan produksi (daging dan telur) yang lebih signifikan, dikarenakan pakan yang seharusnya diolah dalam tubuh ayam menjadi daging atau telur, diserap cacing sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhannya. Selain itu cacing juga dapat menyebabkan perdarahan pada mukosa usus, biasanya oleh cacing pita, sehingga ayam akan kehilangan darah dan cairan tubuh secara langsung.
“Infestasi cacing yang berat dapat pula menyebabkan mencret atau diare sehingga bulu sekitar anus menjadi kotor, basah dan lengket. Jika hal ini berlanjut maka akan menyebabkan daya tahan tubuh ayam menurun sehingga dengan mudah akan terserang penyakit lain,”.
Hal senada disampaikan Dr Drh Hasbullah, menurutnya, belum pernah ada data yang menguraikan secara jelas dampak ekonomis penyakit cacingan baik pada unggas maupun ternak besar, sehingga banyak peternak yang menyepelekan kejadian penyakit ini. Hal ini wajar bila dibandingkan dengan infeksi kasus penyakit Koksi, ND, atau IB pada unggas yang gejala penyakit dan dampaknya secara jelas langsung terlihat seperti tingkat mortalitas dan morbiditasnya.
“Penyakit cacing atau helminthiasis masih kurang diperhatikan peternak karena tidak menimbulkan kematian yang mendadak dan tinggi sepertinya halnya penyakit viral (misal ND atau Al). Padahal penyakit ini mampu menimbulkan kerugian cukup besar. Waktu serangannya sulit diketahui, tiba-tiba saja produktivitas ayam menurun,” ujar Hasbullah.
Hadi melanjutkan, ayam yang terserang cacingan akan menjadi lesu, pucat dan dapat menyebabkan kematian. Pada bedah bangkai, saluran percernaan dimana cacing sering ditemukan terutama pada proventrikulus, usus atau sekum akan terlihat berdarah, radang dan dinding ususnya menebal. Kerusakan tersebut dikarenakan cacing menembus mukosa usus sehingga dindingnya menjadi tebal dan kasar yang berlanjut menjadi nodul-nodul, Jika parah akan menyebabkan peradangan dan dapat berlanjut dengan perdarahan jika cacing sudah menembus dan melukai dinding usus.
Dengan begitu Hadi tidak setuju bila cacing dikatakan sebagai pencuri nutrisi ternak karena keberadaan cacing lebihbanyak merusak saluran permukaan saluran pencernaan yang menyebabkan penyerapan nutrisi terganggu dan bahkan jika populasinya terlampau banyak
Cacing yang terdapat dalam usus akan berkompetisi dengan tubuh ayam itu sendiri dalam mengambil sari makanan pada saluran pencernaan. Semakin banyak populasi cacing dalam tubuh ayam maka semakin banyak pula sari makanan dalam tubuh ayam yang berkurang. Selain itu populasi cacing dalam usus juga dapat menyebabkan gangguan absorbsi sari makanan yang jika berlanjut pertumbuhan ayam akan terganggu.

Beberapa Jenis Cacing pada Ayam
Banyak jenis cacing yang dapat menyerang ayam. Secara umum dapat digolongkan menjadi 3 yaitu: trematoda (cacing daun), cestoda (cacing pita) dan nematoda (cacing gilig). Dari ketiga jenis tersebut, nematoda dan cestoda merupakan golongan cacing yang banyak menyerang dan menyebabkan kerugian ekonomi pada ayam. Beberapa jenis cacing yang banyak menyebabkan kasus cacingan adalah sebagai berikut:

Cestoda (cacing pita)
Tubuhnya biasanya panjang, pipih dan terdiri dari 3 daerah yaitu kepala, leher dan badan. Kepala (skoleks atau alat pegangan) yang biasanya dilengkapi dengan alat penghisap. Alat penghisap tersebut kadang dilengkapi dengan kait. Struktur lain yang sering ada adalah rostelum, suatu tonjolan seperti hidung yang dapat dipersenjatai dengan kait juga. Leher terletak dibelakang kepala dan badan (strobila) yang tersusun atas segmen-segmen yang disebut proglotida. Setiap proglotida berisi satu pasang organ perkembangbiakan jantan dan betina. Semakin jauh dari leher semakin matang organ tersebut.
Cestoda merupakan hermaprodit dimana dalam tubuhnya terdapat alat reproduksi jantan dan betina. Jika proglotida sudah penuh dengan telur maka akan pecah dan keluar dari tubuh bersama dengan feses. Golongan cacing ini yang sering menyerang pada ayam adalah:
a. Raillietina sp.
Cacing pita ini merupakan cacing yang umum ditemukan pada ayam di Indonesia. Tubuhnya mempunyai banyak proglotida. Terdapat rostelum dengan banyak kait. Kait tersebut yang sering menimbulkan kerusakan pada mukosa saluran pencernaan sehingga menyebabkan perdarahan pada usus. Beberapa jenis Raillietina pada ayam adalah:
1. Raillietina cesticillus
Biasanya terdapat pada usus halus bagian anterior (depan). Panjangnya dapat mencapai 13 cm dan biasanya dilengkapi dengan alat penghisap. Telurnya berkapsula (berselubung) dan setiap kapsula berisi satu telur. Induk semang antaranya berupa kumbang.
2. Raillietina echinobothria
Dapat ditemukan pada usus halus, panjangnya bisa mencapai 25 cm. Alat penghisapnya agak besar, setiap kapsula berisi 6-12 telur. Sering menimbulkan nodul-nodul (bintik kecil) pada tempat melekatnya di dinding usus halus. Induk semang antaranya adalah semut.
3. Raillietina tetragona
Terdapat di dalam usus halus bagian posterior (belakang), panjangnya mencapai 25 cm. Setiap kapsula berisi 8-12 telur. Induk semang antaranya juga berupa semut.

b. Davainea sp.
Cacing jenis ini mempunyai kait berjumlah banyak dan hanya tersusun dari sedikit segmen. Davainea proglottina merupakan salah satu contoh cacing kelompok ini. Cacing ini terdapat pada duodenum ayam, dengan panjang 0,5-3 mm dan mempunyai 4-9 proglotida. Kait pada rostelum lebih panjang daripada pada alat penghisap, sehingga tidak mudah lepas. Larva berkembang pada induk semang antara dalam 2-4 minggu, sedangkan bentuk dewasa mulai meletakkan telur pada ayam terinfeksi sekitar 2 minggu. Induk semang antaranya adalah siput.
Siklus hidup dari cacing ini biasanya terdiri dari telur, stadium larva dalam induk semang antara, dan dewasa dalam vertebrata.

Nematoda (cacing gilig)
Cacing jenis ini mempunyai saluran usus dan rongga badan, pada potongan melintang berbentuk bulat. Saluran pencernaan merupakan tabung lurus panjang. Terdapat sebuah mulut pada ujung anterior (depan) cacing dan berakhir pada rektum untuk cacing betina dan kloaka untuk cacing jantan. Siklus hidup cacing ini terdiri dari telur, stadium larva dan dewasa.
Golongan cacing gilig yang sering menyerang ayam adalah:
1. Ascaridia galli
Terdapat pada usus halus ayam, panjang cacing jantan 30-80 mm sedangkan betina berukuran 60-120 mm. Siklus hidupnya langsung, telur keluar bersama feses dan berkembang menjadi stadium infektif di atas tanah dalam waktu 8-14 hari pada kondisi biasa. Stadium infektif tertelan ayam dan menetas di dalam proventrikulus atau usus halus. Stadium infektif berada di dalam lumen usus dan menjadi dewasa 18-22 hari sesudah tertelan.
2. Heterakis gallinarum
Merupakan cacing sekum pada ayam, dengan panjang 4-13 mm pada cacing jantan dan 8-15 mm pada betina. Siklus hidupnya langsung, telur keluar bersama feses dan mencapai stadium infektif dalam 12-14 hari pada suhu kamar dan menginfestasi ayam melalui saluran pencernaan. Telur menetas di duodenum dan kemudian menuju sekum dan matang di dalam lumen.
3. Tetrameres americana
Ditemukan pada dinding proventrikulus ayam, dengan panjang 5,0-5,5 mm pada cacing jantan dan 3,5-4,5 mm pada cacing betina. Induk semang antara adalah belalang dan kecoa.
4. Capillaria sp.
Cacing ini berbentuk seperti cambuk tetapi ramping, secara umum telurnya tidak berembrio. Siklus hidupnya langsung. Golongan cacing ini yang sering muncul pada ayam adalah: C. contorta, dijumpai pada mukosa tembolok ayam, dengan panjang 10-48 mm pada cacing jantan dan 25-70 mm pada cacing betina; C. caudinflata, terdapat pada mukosa usus halus ayam, dengan panjang 7-20 mm pada cacing jantan dan 9-36 mm pada cacing betina; C. obsignata terdapat pada mukosa usus halus ayam, dengan panjang 8-10 mm pada cacing jantan dan 10-18 mm pada cacing betina.
5. Oxyspirura mansoni
Merupakan cacing mata pada unggas. Terdapat di bawah membrana niktitans pada ayam, panjangnya 10-16 mm pada jantan dan 12-19 mm pada betina.

Pada intinya penyakit cacing lebih sering menyerang ayam layer sedangkan pada ayam broiler lebih jarang terjadi. Ayam muda lebih rentan dibandingkan ayam tua. Gejala serangan cacing antara lain pertumbuhan terhambat atau produksi telur turun, nafsu makan hilang, ayam kurus, lemah, sayap terkulai, diare yang terkadang diikuti dengan adanya perdarahan, anemia dan pada kondisi yang ekstrim (parah) dapat menyebabkan kematian. (Inf/bbs)

Related Posts

0 Comments:

Posting Komentar

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer