Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Evaluasi dan Prediksi Penyakit Hewan 2009-2010 | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Evaluasi dan Prediksi Penyakit Hewan 2009-2010

Meninggalkan tahun 2009 dan menjelang memasuki tahun 2010, dunia peternakan pada umumnya dan perunggasan pada khususnya mencatat aneka peristiwa yang menarik. Setidaknya menjelang akhir tahun peternak ayam petelur babak belur, karena harga jual telur hancur. Sedangkan ayam potong meskipun tidak bernasib setragis itu, namun tetap saja harga jual selama beberapa hari tertekan di bawah titik impas (BEP).

Lalu bagaimana dengan situasi penyakit selama kurun waktu tahun 2009 dan prediksi gangguan penyakit yang potensial di tahun 2010? Berikut ini rangkuman pendapat dan gagasan dari para peneliti dan praktisi yang dihimpun Tim Pemantau Lapangan Infovet yang diharapkan sangat bermanfaat bagi para peternak untuk langkah antisipatif dan preventif

Drh Rama Dharmawan, peneliti pada Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta mengungkapkan, bahwa secara teoritis di tahun 2010 tidak akan jauh berbeda dengan tahun 2009. Argumen untuk menjelaskan ini terkait dengan situasi musim dan situasi nyata lapangan tahun 2009 yang masih secara umum terus didominasi penyakit klasik.

Gegap gempita wabah Flu H1N1 tidak akan nyata berpengaruh pada komoditi ternak unggas, meskipun jika tidak dikelola dengan benar dapat berimbas. Memang, secara klinis tidak akan berpengaruh ke komoditi ternak unggas, namun jika saja berita wabah penyakit itu kembali di blow up oleh media, maka sudah pasti akan berdampak serius.

Berkaitan dengan pengamatan Rama, yang baru saja kembali dari Australia, situasi penyakit unggas di tahun 2009 masih didominasi oleh penyakit viral dan bakterial yang menyergap sistem kekebalan tubuh, pernafasan dan juga sistema pencernaan. Surveilence dan pengamatan lapangan selama tahun 2009, hampir seragam keluhan dan fakta lapangan yaitu, ”kegagalan vaksinasi” bisa jadi menjadi tertuduh utama. Mengapa demikian?

Petelur banyak yang terlambat berproduksi dan produksi tidak mampu mencapai titik optimal serta beberapa penyakit viral bergantian menyerang. Relatif seragam rekaman dari keluhan para peternak, bahwa ayamnya meski sudah berumur 22 minggu belum juga serentak berproduksi. Hanya sekitar 30% saja yang berproduksi. Sedangkan ayam yang sudah berusia produksi, titik puncak produksi sulit tercapai.

Kalaupun bisa tercapai, masih menurut Rama, sangat pendek sekali masa puncak produksi itu. Selain itu yang lebih memprihatinkan lagi adalah silih berganti datang sergapan penyakit. Dan umumnya adalah dari agen penyebab berupa viral. Padahal program vaksinasi, menurut penuturan para peternak sudah terprogram jauh lebih ketat, jika dibandingkan 5 tahun yang lalu. Kesimpulan sementara dari para peternak, seperti diungkapkan oleh Rama, mereka menduga ada kegagalan vaksinasi atau vaksinasi tidak berhasil mencapai hasil yang optimal.

Rama memperkirakan penyakit unggas di tahun 2010 akan tidak jauh berbeda dengan tahun 2009. Argumennya yang mendasari untuk prediksi itu adalah, kondisi musim yang masih labil untuk mencapai keseimbangan baru. Keseimbangan baru dari musim ini oleh karena adanya perubahan iklim dalam abad ini. Sehingga jika sudah tercapai keseimbangan baru musim di planet bumi ini maka, prediksi akan lebih mudah dan mendekati kebenaran.

Drh Mardiatmi Soewito MVSc peneliti pada Balai Veteriner Bandar Lampung berpendapat bahwa memang perihal perubahan iklim global telah membawa konsekuensi terjadinya aneka perubahan di dunia ini. Rentang musim panas yang lebih panjang atau pendek begitu juga musim dinginnya, maka belum terjadi situasi yang konstan. Implikasi terjadinya pergerakan dan perubahan musim pada dekade (10 tahun) terkahir ini, banyak diperkirakan membawa aneka masalah kesehatan termasuk pada peternakan.

Menyadari hal itu, memang hanya langkah antisipatif dan langkah suportif untuk ternak sebagai jawaban atau solusinya. Biosecurity, perbaikan manajemen, dan perbaikan kualitas genetik menjadi sebuah keharusan agar tercipta efisiensi dan kekuatan daya tahan tubuh ternak.

Berkaitan dengan evaluasi penyakit di tahun 2009, menurutnya memang masih memprihatinkan dan memberi beban berat para peternak. Tidak tercapainya hasil vaksinasi yang optimal ataupun sedemikian rentannya ayam terhadap aneka serangan penyakit merupakan indikator nyata akan adanya perubahan di segala lini kesehatan ternak. Mestinya hal ini disikapi oleh para praktisi dan pelaku lain yang tidak langsung terkait untuk juga melakukan perubahan dalam segala aspek manajemen.

Stake holder perunggasan harus melihat hal ini sebagai masalah serius. Pihak pembibit harus mampu menghasilkan bibit yang berpenampilan lebih baik. Tidak saja dalam aspek produktifitas akan tetapi juga daya tahan dan responsibilitas terhadap program vaksinasi lapangan (farm komersial).
Sedangkan pihak feedmil sebagai pendukung utama proses produksi (budidaya) dituntut untuk kembali meninjau ulang formulasi pakan yang lebih sesuai dengan perubahan nyata ayam modern dan tuntutan perubahan yang terkait. Demikian juga pihak produsen vaksin dan obat untuk lebih intensif melakukan monitoring akan produknya. Apakah respons vaksinasi terhadap suatu penyakit, benar-benar mampu secara maksimal meng’cover’ penyakit yang dimaksud. Jika hal ini dilakukan, maka, setidaknya akan mampu memenuhi tuntutan adanya perubahan baru itu.

Dan yang tidak kalah pentingnya adalah adanya revolusi baru budidaya para peternak. Hal ini menjadi perlu disadarkan secara massive oleh karena, aneka permasalahan bisa saja muncul dengan tidak terkendali, meski dari hal terkecil. Peternak menjadi kunci utama untuk berhasilnya perubahan ini yang sudah jelas di depan mata kita.

Berkaitan dengan prediksi penyakit di tahun 2010, menurut Mardiatmi beberapa penyakit pernafasan yang bersifat kompleks yang umumnya mempengaruhi produktifitas akan masih dominan. Seperti CRD kompleks , ND pada petelur maupun ayam potong. Sedangkan yang mungkin muncul di awal tahun 2010 adalah kolibasilosis pada level sedang sampai berat perlu diperhatikan. Kemudian untuk AI memang masih menjadi masalah besar, meski di pemberitaan sudah berkurang.

Drh Suhartono, praktisi perunggasan di Kalimantan Barat ini, mengungkapkan bahwa selama tahun 2009, problema sangat serius yang sangat sulit untuk dituntaskan adalah penyakit endemis yang sangat merugikan peternak ayam petelur dan ayam potong. Adapun, menurutnya ada satu penyakit endemis potensial yang terus mengganggu para peternak yaitu kolibasilosis.
Penyakit ini di Kalbar memang seperti penyakit turun temurun yang sangat sulit untuk diberantas secara tuntas. Hal ini terkait dengan kualitas sumber air yang jauh dari memenuhi syarat. Warna air yang cokelat memang membutuhkan tretment khusus sebelum diberikan ke ayam. Meskipun umumnya sudah juga dilakukan perlakuan terhadap air itu sebelum diberikan ke ayam, namun tetap saja menimbulkan penyakit kolibasilosis itu.

Lebih lanjut menurut Supervisor PT SANBE Kalbar ini, bahwa kualitas air yang demikian buruk itu tidak terlepas dengan kondisi wilayah itu yang sangat tinggi lapisan gambutnya.. Beberapa penyakit lain yang akhirnya ikut nimbrung adalah seperti ND, Coryza dan Salmonelosis. Solusi untuk mengatasi gangguan kesehatan yang terkait dengan penyakit pencernaan itu adalah dengan adanya treatmen yang ketat atas kualitas air.

Umumnya pemberian kapur atau klorinasi menjadi solusi utama. Namun demikian, belum juga mampu memberikan hasil yang maksimal. Beberapa farm komersial memang sudah mengambil jalan mengolah air itu sebelum diberikan sebagai air minum ayam, namun langkah itu tidak semua bisa dilakukan oleh peternak karena peralatan untuk itu relatif mahal.
Berkaitan dengan prediksi penyakit di tahun 2010 menurut Hartono, masih saja penyakit Kolisbasilosis menjadi ancaman serius, disamping AI, ND, CRD dan Gumboro.

Beberapa pendapat dari beberapa praktisi seperti dari: Drh Taufiq Junaedi MMA praktisi lapangan yang juga seorang konsultan peternakan di Yogyakarta, Drh Marjuan Ismail praktisi perunggasan , Drh Ansyar Jallaludin, praktisi lapangan dan pemasar bibit ayam (DOC) di Medan Sumut, Drh Enuh Rahardjo Djusa PhD Kepala Balai Besar Veteriner Denpasar serta dari Drh Nurvidia Machdum, Technical Department Manager PT Romindo Primavetcom dapat di baca di majalah Infovet edisi 185/ Desember 2009...atau informasi pemesanan maupun berlangganan selengkapnya... klik disini

Related Posts

0 Comments:

Posting Komentar

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer